PENILIHAN Gubernur Jawa Barat dihebohkan dengan wacana H. Ahmad Syaikhu berpasangan dengan Ilham Akbar Habibie. Presiden PKS diisukan maju sebagai Calon Gubernur Jawa Barat didampingi Putra almarhum Presiden BJ Habibie.Oleh: Dr. Indra Kusumah, Presiden GEMA Keadilan
Kabar itu memantik sebuah pertanyaan: “Ilham Habibie ini putra almarhum Presiden BJ Habibie. Apakah ini berarti PKS mendukung politik dinasti?” “PKS di era Pilkada serentak 2020 menyatakan tolak politik dinasti. Kenapa sekarang malah mendukung dinasti?”
Tampaknya ada yang perlu diperjelas terkait konteks penolakan PKS terhadap politik dinasti pada Pilkada Serentak 2020.
Mari kita mulai dari definisi menurut KBBI: dinasti/di·nas·ti/ n keturunan raja-raja yang memerintah, semuanya berasal dari satu keluarga.
PKS tidak menolak hal terkait dinasti secara total. PKS termasuk yang setuju sistem dinasti/kesultanan/kerajaan di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan berbagai alasan historis yang melatarbelakanginya. PKS menghormati keistimewaan Yogyakarta sehingga Gubernur Yogyakarta ditetapkan berdasarkan sistem kesultanan di sana. PKS pun menghormati semua kesultanan/kerajaan yang masih berlaku di berbagai daerah di Indonesia. Dalam sejarah islam pun paska khulafaurrasyidin, yang berlaku adalah sistem dinasti/kerajaan.
Penolakan PKS pada politik dinasti terkait Pilkada Serentak 2020 di Pilkada Kota Solo dan Kota Medan. Di Kota Solo putra Presiden Jokowi maju sebagai Calon Walikota. Di Kota Medan menantu Presiden Jokowi.
Mengapa PKS menolak dan tidak mendukung pencalonan mereka? Karena pada saat Pilkada serentak dilaksanakan, Jokowi masih menjabat Presiden sehingga berpotensi terjadi penyalahgunaan kekuasaan untuk memenangkan anggota keluarga yang maju Pilkada dengan mengerahkan semua sumber daya pemerintah pusat untuk kepentingan keluarganya. Penyalahgunaan kekuasaan secara etika dan hukum itu tidak dibenarkan. Itu yang diantisipasi. That’s the point!
Berdasarkan hal di atas, maka dukungan PKS ke Ilham Habibie bukan Politik Dinasti yang ditolak PKS. BJ Habibie sebagai ayahanda beliau jelas sudah tidak menjabat sebagai Presiden RI sehingga tidak berpotensi menyalahgunakan wewenang. BJ Habibie telah tenang di alam baka bersama istri tercinta menghadap Tuhan yang dicintainya, Allah SWT. Nama baiknya yang masih membersamai sang putra dan insyaallah menjadi amal jariah buat beliau.
Pilgub Sumatera Utara pun demikian. Pada saat Pilkada Serentak tanggal 27 Nopember 2024, Bobby Nasution sudah tidak berstatus menantu Presiden yang sedang menjabat karena Jokowi sudah tak menjabat sebagai Presiden RI pada akhir Oktober 2024. Presiden RI pada saat pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 adalah Prabowo Subianto.
Dukungan PKS kepada Bobby Nasution pun sama sekali bukan karena beliau menantu Presiden Jokowi. Dukungan itu lebih ke faktor situasional ketika dukungan PKS kepada Edy Rahmayadi tidak mengerucut berupa kepastian berlayar, maka dijajaki opsi lain. Dukungan kepada Bobby Nasution pun tidak berupa cek kosong, ada sembilan kesepakatan yang diajukan dan disetujui oleh Bobby Nasution, dengan poin-poin yang sudah diumumkan ke publik.
Kini situasi Pilgub Sumut pun mengerucut kepada dua pasangan kandidat, yaitu: Bobby Nasution (kader Gerindra) dan Surya (kader Golkar) VS Edy Rahmayadi (kader PDIP) dan Hasan Basri (kader PDIP). Warga Sumut bebas memilih pasangan mana pun. PKS berijtihad untuk mendukung dan merekomendasikan pasangan pertama.
Di luar Pilgub Jabar dan Pilgub Sumut, ada ratusan pilkada lain yang para kandidatnya telah ditetapkan oleh DPP PKS. Sekarang kita memasuki masa pendaftaran Pilkada Serentak pada tanggal 27-29 Agustus 2024.
Selamat melaksanakan Pilkada Serentak 2024!
Selamat berdemokrasi!