Demonstrasi yang berlangsung di kota-kota seperti Palembang, Padang, Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Malang, Cianjur, Bandung, Makassar, Tasikmalaya, Purwokerto, dan Surabaya, serta beberapa pertemuan besar di Lampung, Medan, dan Bali, diwarnai dengan aksi kekerasan oleh aparat kepolisian. Menurut pantauan YLBHI, tindakan brutal aparat tampak jelas dalam upaya pembubaran massa aksi yang dilakukan dengan gas air mata, pemukulan, dan intimidasi.
Di Semarang, polisi membubarkan massa aksi mahasiswa dengan menggunakan gas air mata dan pemukulan, serta mengejar mereka dengan motor taktis. Sebanyak 18 demonstran dilarikan ke rumah sakit akibat insiden tersebut. Sementara itu, di Makassar, polisi membubarkan massa aksi setelah mengetahui Iriana Jokowi hendak melintas di jalan yang digunakan untuk demonstrasi.
Kejadian serupa juga terjadi di Bandung, di mana 31 orang mengalami kekerasan oleh polisi, dengan dua orang di antaranya mengalami cedera serius di bagian kepala. Hingga saat ini, dua demonstran belum diketahui keberadaannya. Di Jakarta, kekerasan terjadi saat polisi menembakkan gas air mata setelah massa aksi berhasil merobohkan pagar DPR. Aparat kemudian memburu mahasiswa dan pelajar yang terlibat, melakukan pemukulan dan penendangan. Hingga pukul 21.00 WIB, YLBHI menerima laporan bahwa 11 demonstran telah ditangkap, sementara satu orang menjadi korban doxing.
LBH-YLBHI menegaskan bahwa tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian merupakan pelanggaran hukum dan melanggar peraturan internal Kapolri sendiri. Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 dengan jelas menyebutkan bahwa kepolisian tidak boleh terpancing, tidak boleh arogan, dan tidak boleh melakukan kekerasan, bahkan dalam situasi kerumunan massa yang tidak terkendali.
Atas dasar itu, YLBHI mendesak Kapolri untuk segera memerintahkan anak buahnya agar menghentikan segala bentuk kekerasan terhadap demonstran. Demonstrasi adalah hak asasi manusia dan hak warga negara yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945. YLBHI juga menuntut pembebasan segera bagi massa aksi yang ditangkap, dan meminta Kapolri untuk membatalkan tindakan penyisiran dan menarik kembali pasukan ke markas.
Selain itu, YLBHI juga meminta Mabes Polri memastikan akses bantuan hukum terbuka bagi demonstran yang ditangkap dan mengalami luka akibat kekerasan, serta mendesak Komnas HAM, Kompolnas, KPAI, Ombudsman RI, dan Komnas Perempuan untuk segera melakukan pemantauan lapangan.
Rilis ini dikeluarkan di Jakarta pada 22 Agustus 2024, oleh YLBHI.
