Upacara di puncak Galunggung ini diadakan oleh komunitas budaya, petani, akademisi, santri, LSM, dan ormas yang tergabung dalam BBC (Budaya, Budaya Cinta Tanah Air). Kegiatan ini berakar pada Naskah Kuno Galuh sekitar tahun 1518 Masehi, yang berisi amanat untuk menjaga Kabuyutan Galunggung dari penguasaan asing. Amanat tersebut berbunyi: "Jaga Kabuyutan Galunggung jangan sampai dikuasai asing, bila Rajaputra tidak mampu menjaganya, maka akan lebih hina dari bangkai kulit lasun (musang) yang ada di tempat sampah."
Menurut Abah Anton, yang juga merupakan mantan Kapolda Jawa Barat, pesan dalam naskah tersebut adalah bentuk nyata dari konsepsi cinta tanah air, cinta tumpah darah, dan cinta tanah leluhur. Amanat ini menyatakan pentingnya menjaga dan melindungi wilayah Kabuyutan Galunggung hingga titik darah penghabisan. Karena alasan inilah, komunitas-komunitas di Tatar Sunda secara khusus dan rutin melaksanakan upacara kemerdekaan di wilayah Gunung Galunggung sejak tahun 2017.
Pada peringatan kemerdekaan tahun ini, Tim Ekspedisi Galunggung yang dipimpin oleh Hadi Permana beranggotakan tujuh orang, yakni Dadang Ruslian, Apon Sumuati, Rifai Nasution, Ili Sumantri, Andi Setiawan, Edih Abdul Rahman, dan RT Suryana. Mereka berhasil mengibarkan bendera merah putih di titik inti Kabuyutan Kawah Purba Galunggung pada ketinggian sekitar 2.300 meter di atas permukaan laut, tepat pada tanggal 17 Agustus 2024, pukul 10.00 WIB.
Selain menggelar upacara, tim juga memperbaiki monumen Kabuyutan Kawah Purba yang sebelumnya dirusak oleh pendaki yang tidak bertanggung jawab. Abah Anton melalui timnya menghimbau kepada para pendaki dan pecinta alam yang mendaki Gunung Galunggung untuk bersama-sama menjaga dan memelihara monumen tersebut.
Dalam wawancara dengan tim redaksi, Abah Anton yang kini menjabat sebagai Ketua Dewan Penasihat PWI Pusat, menjelaskan bahwa upacara kemerdekaan di puncak Galunggung ini dilakukan berdasarkan amanat dalam Naskah Kuno Amanat Galunggung. Menurutnya, wilayah Gunung Galunggung, terutama di Kabuyutan Kawah Purba dan Batu Ampar, merupakan teritori yang harus dirawat dan dijaga. Batu Ampar sendiri merupakan ujung parit Galunggung, sebuah karya kebanggaan dari Ratu Galunggung Batary Hyang pada tahun 1111 Masehi.
"Upacara ini hanya dilakukan di dua tempat tersebut, yakni Batu Ampar dan Kabuyutan Kawah Purba, karena memang amanatnya demikian," pungkas Abah Anton menutup dialognya dengan tim redaksi.
Dengan semangat yang sama, komunitas-komunitas di Tatar Sunda berharap agar pesan leluhur ini dapat terus dihayati dan dijaga oleh generasi mendatang, sebagai wujud nyata cinta tanah air dan kesetiaan pada nilai-nilai budaya.
