“Reformasi yang seharusnya menjadi tonggak perubahan menuju Indonesia yang lebih adil, demokratis, dan sejahtera, kini telah dibajak oleh penguasa,” ujar Sirra Prayuna, salah satu inisiator ProDEM, dalam Rembuk Kebangsaan yang diadakan di Jakarta, (12/8).
Sejak reformasi bergulir, Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk memperkuat pelembagaan demokrasi. Empat kali Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah dilakukan, diikuti dengan penataan kelembagaan negara, seperti eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Lahirnya multipartai, sistem pemilihan umum (pemilu) yang lebih demokratis, pembatasan masa jabatan presiden, serta jaminan kebebasan berserikat dan berkumpul adalah bagian dari upaya tersebut. Tidak ketinggalan, pengakuan terhadap hak asasi manusia (HAM) dan lahirnya lembaga baru seperti Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Mahkamah Konstitusi (MK) juga menjadi langkah penting dalam memperkokoh demokrasi.
Namun, Sirra menegaskan bahwa semua upaya tersebut kini mulai terasa sia-sia. “Cita-cita reformasi yang mulia, yakni membangun negara yang adil dan sejahtera berdasarkan konstitusi yang berkeadilan, tak kunjung tercapai,” tambahnya.
ProDEM pun merasa perlu untuk mengambil tindakan. Dalam Rembuk Kebangsaan yang dihadiri oleh 99 Senator ProDEM, mereka membahas berbagai isu kebangsaan yang dianggap krusial dan merumuskan solusi untuk mengembalikan demokrasi ke jalur yang seharusnya.
“Kita tidak bisa diam saja melihat reformasi yang diperjuangkan dengan darah dan air mata kini dipermainkan. Saatnya kita kembali ke jalan demokrasi sejati,” tegas Ultra Syahbunan, Senator ProDEM lainnya.
Acara tersebut diakhiri dengan kesepakatan untuk terus berjuang memperkuat pelembagaan demokrasi di Indonesia demi kemajuan, keadilan, dan kemakmuran bagi seluruh rakyat.
Berikut para Inisiator, Senator ProDEM: Sirra Prayuna, Ultra Syahbunan, Arwin Lubis, Paskah Irianto, Standarkiaa Latif, Hakim Hatta, Santoso, Swary Utami Dewi, Desyana dan Muchtar Sindang.
