SETARA berargumen bahwa aturan ini sering kali menjadi penghalang bagi kelompok minoritas untuk memperoleh izin mendirikan rumah ibadah.
Dalam narasi rilis tertanggal 10 Agustus 2024 itu, SETARA Institute menyampaikan dukungannya terhadap upaya Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas untuk menyederhanakan proses pengajuan izin pendirian rumah ibadah dengan menghapus syarat rekomendasi Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).
Disebutkan juga bahwa upaya Menag tersebut ditentang oleh Wakil Presiden Ma\'ruf Amin yang ingin mempertahankan rekomendasi FKUB sebagai persetujuan penting dari para pemuka agama.
Menanggapi hal ini, SETARA Institute memberikan beberapa pernyataan. Pertama, SETARA Institute mengapresiasi langkah progresif penghapusan syarat rekomendasi FKUB. Menurut mereka, langkah ini lebih sesuai dengan realitas kebinekaan Indonesia yang terdiri dari berbagai identitas agama dan kepercayaan. Dalam beberapa laporan tahunan Kebebasan Beragama/Berkeyakinan (KBB), SETARA Institute telah mendorong pemerintah untuk menyederhanakan proses perizinan pendirian rumah ibadah dan menghilangkan ketentuan diskriminatif dalam PBM 2 Menteri Tahun 2006.
Selain itu, SETARA Institute menyoroti bahwa hambatan dalam perizinan pendirian rumah ibadah bukan hanya soal rekomendasi FKUB. Salah satu syarat administratif, yakni dukungan dari 90 orang jemaat dan 60 orang nonjemaat, dinilai menghambat hak konstitusional untuk beribadah yang dijamin Pasal 29 ayat (2) UUD 1945.
Kedua, dengan dihapuskannya syarat rekomendasi FKUB, SETARA Institute berpendapat bahwa FKUB seharusnya dioptimalkan perannya dalam membangun dan memelihara kerukunan antarumat beragama. FKUB diharapkan lebih aktif dalam mengedukasi masyarakat tentang toleransi, memperluas ruang dialog lintas agama, serta menangani konflik yang mengganggu kerukunan, termasuk dalam kasus penolakan pendirian rumah ibadah.
Ketiga, SETARA Institute mengungkapkan bahwa FKUB belum optimal dalam mencegah dan menangani berbagai pelanggaran KBB, khususnya gangguan terhadap tempat ibadah. Sepanjang 2023, tercatat 65 gangguan terhadap tempat ibadah, meningkat dari 50 kasus pada 2022. Sejak 2007 hingga 2023, SETARA Institute mencatat telah terjadi 636 gangguan terhadap peribadatan dan tempat ibadah, yang sebagian besar menimpa kelompok minoritas.
Untuk itu, SETARA Institute mendorong transformasi kelembagaan FKUB, termasuk perubahan asas keanggotaan dari asas proporsionalitas menjadi asas inklusi, rekrutmen anggota secara terbuka dan akuntabel, serta perluasan peran tokoh agama perempuan dalam FKUB dengan kebijakan afirmatif.
Keempat, SETARA Institute menekankan pentingnya akselerasi kebijakan progresif dalam Raperpres PKUB dengan muatan yang lebih komprehensif dan berpihak pada hak atas KBB bagi seluruh warga negara. Pemerintah diharapkan mempercepat pelaksanaan janji untuk mempermudah pendirian tempat ibadah bagi kelompok minoritas dan meninjau ulang PBM 2 Menteri Tahun 2006.
Terakhir, SETARA Institute menilai pernyataan Wakil Presiden yang menentang gagasan kemudahan pendirian rumah ibadah cenderung berpihak pada aspirasi kelompok mayoritas. Meski dapat dimaklumi sebagai pandangan pribadi, sebagai Wakil Presiden, pernyataan tersebut mencerminkan ketidakselarasan perspektif kebinekaan di internal pemerintahan, yang dapat menyebabkan stagnasi dalam penjaminan KBB selama dua dekade terakhir.
