Medan. Key Performance Index (KPI) jajaran Direksi PT PGN (PGAS) tengah diuji setelah pihak Gunvor Singapore mempertanyakan suplai LNG yang terkendala sejak Novemberr 2023 lalu.
Direksi PGN menggunakan alasan darurat atau force majeure untuk menjawab pertanyaan mengenai suplai LNG untuk Gunvor. Masalahnya, pada 9 Februari lalu, PGN mengirimkan tujuh cargo ke Republik Rakyat China.
Direktur Center for Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman mengatakan, PGN menggunakan jurus mabuk.
Dalam keterangannya, Yusri mengatakan, saat ini PGAS terancam diklaim Gunvor sebesar 360 juta dolar AS atau setara Rp 5,61 triliun. Ia mengutip informasi yang diungkap CGS-CIMB Sekuritas Indonesia, Bob Setiadi, seperti dimuat Bloomberg Technoz, Selasa (13/2).
"Bingungnya gak ketolongan, sebab LNG yang harusnya sangat dibutuhkan untuk memenuhi kontrak dengan Gunvor, menurut Dirut PGN, Arief Hondoko dalam rilis resmi PGN pada media nasional pada 9 Februari 2024 sebanyak tujuh kargo LNG dijual ke China," ujar Yusri.
Yusri menduga PGN tidak memiliki kuasa atas kargo LNG tersebut atau PGN cuma sebatas calo. LNG tersebut bersumber dari Petronas Bintulu dan dijual ke CNTIC China.
Padahal, lanjutnya, selain kerugian triliunan warisan dari Direksi PGN, Hendy Priyo, Danny Praditya dan Dino Selo Widagdo yang sekarang di MIND ID dan Jobi Triananda Hasjim di Sucofindo, menurut LHP BPK RI yang telah dilaporkan ke KPK sejak April 2023, ada masalah lain akan segera dihadapi PGN. Masalah itu adalah jatuh tempo pinjaman pada pertengahan Mei 2024 sekitar 592 juta dolar AS, terdiri dari Bond PGN sebesar 396 juta dolar AS dan Bond Saka Energi sebesar 196 juta dolar AS.
Adapun pengiriman LNG ke Gunvor tertuang pada Master Sales Purchase Agreement (MSAP) dan Confirmation Notice (CN) yang ditandatangani PGAS dan Gunvor di Jenewa pada 30Juni 2022. Dokumen-dokumen itu ditandatangani Direksi PGN Haryo Yunianto dan Heru Setiawan dan PGAS, dan Co-Head of LNG Trading Gunvor, Ksenia Alleyne. Hadir dalam penandatanganan itu Direktur Keuangan Pertamina Holding, Emma Sri Martini.
"Jurus mabuk yang digunakan PGN terlihat dari langkah pernyataan 'force majeure' atas kargo LNG yang bukan milik PGN dengan harapan tuntutan Gunvor bisa dieliminasi. Sayangnya, Gunvor menolak jurus Force Majeure ini. Dampaknya, pastinya mereka akan mengajukan upaya hukum untuk mendapatkan apa yang sudah diperjanjikan. Langkah Gunvor ini membuat Direksi PGN melakukan improvisasi untuk menutup banyak masalah yang mendera keuangan PGN," ulas Yusri.
Sayangnya, masih kata Yusri, jurus itu belum kelihatan sampai saat ini, terbukti dengan semakin bingungnya investor kecil dan besar di lantai bursa serta tidak adanya penjelasan resmi dari manajemen PGN atas apa yang sebenarnya telah dan sedang terjadi berikut dampaknya ke PGN.
Yusri mengatakan, hasil rapat antara Dewan Komisaris dengan Dewan Direksi PGN pada 30 Desember 2023 menolak tawaran Direksi atas kargo LNG alternatif dari salah satu trader berasal dari Qatar dengan alasan jika terjadi kerugian sesaat dalam transaksi LNG akan berujung proses hukum oleh aparatt penegak hukum.
“Berkaca pada kasus LNG Corpus Christy yang membuat mantan Dirut Pertamina, Karen Agustiawan, jadi terdakwa," ungkap Yusri.
Yusri menilai, Ernst Young (EY) sebagai auditor publik yang telah di tunjuk RUPS PGN, harus memastikan dampak resiko transaksi LNG dengan Gunvor pada hasil audit laporan keuangan tahun buku 2023 nanti.
"Laporan hasil audit EY ini jelas sangat ditunggu para Bond holder PGN dan Saka Energi yang akan jatuh tempo pada pertengahan Mei nanti.
Laporan hasil audit EY ini dipastikan akan mempengaruhi keputusan investasi dari para bond holder PGN maupun Saka Energi yang nilainya mencapai USD 592 juta atau setara Rp 9,235 triliun," kata Yusri lagi.
Yusri juga menyayangkan, setelah program liability management yang dilakukan PGN tahun 2023 lalu, belum ada lagi informasi tentang bagaimana sikap PGN dalam mengendalikan kinerja keuangan perusahaan saat kedua bond tersebut jatuh tempo.
"Memperhatikan kondisi keuangan PGN saat ini serta potensi kerugian transaksi LNG dengan Gunvor, kemungkinan PGN tidak akan mampu melunasi seluruh Bond tersebut yang nilainya mencapai Rp 9,235 triliun lebih. Lalu, timbul pertanyaan jurus mabuk apa lagi yang akan digunakan Direksi PGN dalam mengendalikan situasi ini," pungkas Yusri.