Jakarta. Polda Metro Jaya diminta untuk menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus dugaan pemerasan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo setelah berkas perkaranya kembali dipulangkan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Hal itu disampaikan peneliti pada Lembaga Studi Anti Korupsi (LSAK), Ahmad A Hariri.
Menurutnya, sudah sepantasnya Polda Metro Jaya menerbitkan SP3 dalam kasus dengan tersangka mantan Ketua KPK Firli Bahuri.
Ahmad Hariri menegaskan, polisi sudah seharusnya memberikan kepastian hukum atas perkara ini.
“Dengan berkas perkara yang terlalu berlebihan yang pernah dipamerkan, ternyata kepolisian tidak dapat memenuhi laporan P21 dari berkas yang diserahkan ke Kejati. Bahkan hingga dua kali revisi,” kata Ahmad A Hariri, Rabu (6/2).
Ahmad A Hariri mengatakan due prosess of law harus ditegakkan. Bila Polda Metro Jaya tidak dapat memenuhi unsur dan bukti dalam perkara inj, kata dia, maka seharusnya kasus segera dihentikan dengan menerbitkan SP3.
Kepastian hukum tidak sekedar hak, tapi juga kewajiban penegak hukum.
Dalam UU 8/1981 tentang Hukum Acara Pidana, ditegaskan bahwa bila perkara tidak cukup bukti, atau bukan peristiwa pidana atau demi hukum, maka penyidikan dihentikan.
Ahmad A Hariri mengatakan kepolisian tidak perlu dipaksakan dan mencari-cari cara untuk melengkapi bukti.
Jumat pekan lalu, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menyatakan berkas perkara Firli Bahuri belum lengkap.
Kejaksaan menyatakan telah memeriksa berkas dugaan pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo, bekas Menteri Pertanian, sesuai pasal 110 dan pasal 138 (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Berkas tersebut dikembalikan kepada penyidik kepolisian disertai petunjuk penyempurnaan hasil penyidikan.