Jakarta. Untuk kedua kali Kejaksaan Tinggu DKI Jakarta mengembalikan berkas perkara yang diajukan Polda Metro Jaya terkait kasus dugaan pemerasan yang dilakukan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI Firli Bahuri terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Berkas perkara yang dinilai tidak lengkap itu dikembalikan hari Jumat (2/2).
“Pada hari Jumat, tanggal 2 Februari 2024, Bidang Pidsus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta telah mengembalikan hasil penyidikan berkas perkara atas nama tersangka Drs. Firli Bahuri, MSi. Tim penuntut umum berpendapat hasil penyidikan belum lengkap," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Syahron Hasibuan menjelaskan.
Berkas perkara kasus ini diajukan Polda Metro Jaya pertama kali pada 15 Desember 2023. Seminggu kemudian, pada tanggal 22 Desember 2023, Kejati DKI mengembalikan berkas tersebut karena dinilai belum lengkap.
Menurut informasi, salah satu petunjuk yang diberikan Kejati DKI dalam rangka melengkapi berkas perkara tersebut adalah kesaksian dari pihak-pihak yang memang layak untuk dijadikan saksi dalam kasus ini menurut UU 8/1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Dalam Pasal 1 UU 8/1981 poin 26 disebutkan bahwa saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.
Lalu pada poin 27, disebutkan bahwa keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana. Pada poin ini diulangi kembali bahwa keterangan saksi tersebut harus berupa keterangan mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.
Sementara sejauh ini, walaupun telah memeriksa begitu banyak pihak, namun sesungguhnya belum ada pihak terperiksa yang benar-benar memenuhi kriteria sebagai saksi seperti yang dimaksudkan dalam aturan UU 8/1981 itu.
Pada 22 Januari 2024, pihak Polda Metro Jaya kembali mengirimkan berkas perkara tersebut ke Kejati DKI Jakarta. Salah satu hal yang dilakukan penyidik Polda Metro Jaya sebelum menyerahkan kembali berkas perkara itu adalah memeriksa ulang beberapa saksi untuk mensinkronkan jawaban terkait waktu, tempat, dan objek penerima uang pemerasan.
Namun, upaya melengkapi berkasa perkara ini pun ternyata belum memenuhi kriteria yang diatur dalam UU sehingga akhirnya berkas perkara tersebut kembali dipulangkan Kejati DKI Jakarta.
Menurut Syahron, pihak Kejati DKI Jakarta telah melakukan penelitian terhadap berkas perkara itu dan sesuai Pasal 110 dan Pasal 138 (1) UU 8/1981 pihak Kejati DKI Jakarta memutuskan untuk mengembalikannya ke Polda Metro Jaya bersama petunjuk guna penyempurnaan hasil penyidikan.
Pada Pasal 110 (1) disebutkan bahwa dalam hal penyidik telah selesai melakukan penyidikan, penyidik wajib segera menyerahkan berkas perkara itu kepada penuntut umum.
Selanjutnya, ayat (2) pasal itu mengatakan, dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut ternyata masih kurang lengkap, penuntut umum segera mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi.
Sementara ayat (3) menyebutkan, dalam hal penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi, penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk dari penuntut umum.
Lalu pada ayat (4) ditegaskan, penyidikan dianggap telah selesai apabila dalam waktu empat belas hari penuntut umum tidak mengembalikan hasil penyidikan atau apabila sebelum batas waktu tersebut berakhir telah ada pemberitahuan tentang hal itu dari penuntut umum kepada penyidik
Adapun ayat (1) Pasal 138 UU 8/1981 menyebutkan, penuntut umum setelah menerima hasil penyidikan dari penyidik segera mempelajari dan menelitinya dan dalam waktu tujuh hari wajib memberitahukan kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum.
Di ayat berikutnya, disebutkan bahwa dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap, penuntut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk tentang hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi dan dalam waktu empat belas hari sejak tanggal penerimaan berkas, penyidik harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada penuntut umum.
Tidak Ada Bukti dan Saksi
Langkah Kejati DKI Jakarta mengembalikan berkasa perkara Filri Bahuri ini di sisi lain memperlihatkan bahwa perkara yang dituduhkan Polda Metro Jaya ini memang tidak memenuhi unsur-unsur pemerasan seperti yang dituduhkan. Bukan hanya tidak ada saksi, tapi juga tidak ada bukti.
Pakar hukum tata negara Prof. Yusril Ihza Mahendra ketika diperiksa penyidik Polda Metro Jaya sebagai saksi dalam kasus ini telah menyampaikan hal itu. Dia menegaskan bahwa foto Firli Bahuri dan SYL di stadion badminton yang dijadikan barang bukti oleh penyidik sama sekali tidak menjelaskan adanya pemerasan.
Begitu juga dengan jumlah orang yang diperiksa penyidik sebagai saksi. Tanpa ada keterangan dari pihak yang memang mengetahui dan mengalami kasus yang dituduhkan, maka sebenarnya tidak ada kesaksian.
Dengan demikian, semakin tebal lah keyakinan pihak-pihak yang peduli pada tegaknya supremasi hukum di negara ini, agar kasus ini tidak dipaksakan dan direkyasa.
Setelah sudah dua kali dikembalikan Kejati DKI Jakarta, Polda Metro Jaya sebenarnya dapat mengambil langkah yang sudah disediakan di dalam Pasal 109 UU 8/1981, yakni menghentikan perkara.
Pasal 109 itu selengkapnya berbunyi:
(1) Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum.
(2) Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat
cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik
memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya.
(3) Dalam hal penghentian tersebut pada ayat (2) dilakukan oleh penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b, pemberitahuan mengenai hal itu segera disampaikan kepada penyidik dan penuntut umum.