Jakarta. Kelompok advokat yang tergabung dalam Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Perekat Nusantara mendatangi Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly, Rabu sore (31/1). Kelompok yang dipimpin oleh Petrus Selestinus, Erick S Paat, Pieter Paskalis, Pitria Indriningtyas, Ricky D Miningka, dan Frans R. Delong menanyakan beberapa hal terkait Rekomendasi Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Peristiwa Kerusuhan 13-15 Mei 1998 yang diserahkan kepada Menteri Kehakiman RI tanggal 23 Oktober 1998.
Mereka merasa perlu untuk terus mempersoalkan Rekomendasi TGPF itu karena setiap menjelang pemilu nama Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto selalu menjadi polemik di tengah masyarakat terkait keterlibatan dalam penculikan sejumlah aktivis mahasiswa, penembakan mahasiswa Universitas Trisakti, perkosaan perempuan etnis Tionghoa, penjarahan, dan sebagainya pada kurun 1997-1998.
Adapun Pemerintah tidak pernah memberikan keterangan resmi kepada masyarakat mengenai tindak lanjut proses hukum berbagai kasus Prabowo Subianto itu.
“Padahal berdasarkan hasil Investigasi TGPF tanggal 23 Oktober 1998, direkomendasikan kepada Pemerintah melalui Menteri Kehakiman RI (sekarang Menteri Hukum dan HAM), agar Pemerintah memproses hukum Prabowo Subianto dan Sjafrie Syamsoeddin serta semua pihak yang terlibat kerusuhan Mei 1998 hingga ke Pengadilan Militer guna adanya pertanggungjawaban pidana,” tulis TPDI dalam keterangan yang diterima redaksi.
Perlu Terus Disuarakan
Dalam dialog dengan TPDI, Yasonna Laoly menjelaskan bahwa pemerintah telah melakukan langkah-langkah yustisial terutama penyelidikan oleh Komnas HAM dan hasilnya telah diserahkan kepada Jaksa Agung. Akan tetapi oleh karena belum cukup bukti maka Kejaksaan tidak bisa membawa kasus Kerusuhan Mei ini ke Pengadilan HAM.
Untuk itu Yasonna Laoly meminta agar TPDI dan Perekat Nusantara serta masyarakat luas senantiasa menyuarakan terus menerus kasus Kerusuhan Mei 1998 ini untuk menjadi perhatian publik. Pesan Menteri Yasonna Laoly soal perlunya menyuarakan terus menerus mengandung makna, bahwa melalui suara rakyat yang cerdas dan bernalar, maka suara rakyat pada tanggal 14 Februari 2024, menjadi penentu sekaligus penghukuman bagi Prabowo Subianto secara politik melalui Peradilan Politik.
Artinya dengan tidak memilih Prabowo, maka hal itu merupakan peradilan politik dari rakyat bagi calon Presiden dan Wakil Presiden yang bermasalah hukum. Untuk itu pilihlah calon Pemimpin yang tidak memiliki beban kasus hukum masa lalu, karena melalui suara rakyat, itu juga menjadi hukuman bagi pelaku kejahatan Kerusuhan Mei 1998.
Menanggapi penjelasan Yasonna Laoly, TPDI dan Perekat Nusantara menegaskan soal tidak berjalannya proses pidana militer oleh Puspom TNI terhadap Letjen Prabowo Subianto dan Mayjen Sjafrie Syamsoeddin, merupakan suatu kelalaian atau kesengajaan yang hanya memberi keuntungan bagi Prabowo Subianto. Padahal Rekomendasi TGPF soal kerusuhan Mei itu menekankan pada aspek pertanggungjawban pidana hingga ke Pengadilan Militer namun tidak dieksekusi oleh Puspom TNI.
Sejak Rekomendasi TGPF tanggal 23 Oktober 1998 diterima hingga sekarang, hasil Investigasi TGPF berikut Rekomendasinya, tidak pernah ditindaklanjuti oleh Puspom TNI selaku Institusi yang berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan guna meminta pertanggungjawaban pidana, terhadap Letjen TNI Prabowo Subianto dan Mayjen TNI Sjafrie Syamsoeddin di Pengadilan Militer.
Padahal TPGF dibentuk Pemerintah berdasarkan SKB Menteri Pertahanan Keamanan/ Panglima ABRI, Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehakiman, Menteri Peranan Wanita dan Jaksa Agung.
Mati Suri
Faktanya 25 tahun berkas Rekomendasi TGPF mati suri, mandeg atau dibekukan atau sengaja tidak diusut oleh Puspom TNI, semata-mata demi melindungi Prabowo Subianto dan Sjafrie Syamsoeddin serta banyak pihak lainnya, maka perlu ada pertanggungjawaban oleh Pemerintah.
Menurut TPDI dan Perekat Nusantara, Rekomendasi TGPF kepada Pemerintah itu wajib ditindaklanjuti oleh Puspom TNI untuk diproses hukum agar Prabowo Subianto dan Sjafrie Syamsoeddin serta pihak-pihak lain yang terlibat diadili melalui Pengadilan Militer.
Karena itu Advokat TPDI dan Perekat Nusantara meminta Pemerintah Cq. Puspom TNI menjelaskan apa dan bagaimana nasib berkas hasil Investigasi TGPF itu, mengapa Puspom TNI tidak memproses hukum Prabowo Subianto dkk. guna diadili di Pengadilan Militer agar mendapatkan kebenaran, keadilan dan kepastian hukum.