Jakarta. Gerah dengan gaya urakan dan ugal-ugalan pemerintah dalam mengelola perekonomian termasuk dalam mendistribusikan bantuan sosial (bansos) akhir-akhir ini, khususnya menjelang Pilpres 2024, sejumlah ekonom “nyemprit” pemerintahan Joko Widodo.
Kelompok ekonom yang tergabung dalam Forum Ekonom Indonesia (FEI) menggelar diskusi bertema “Menggagas Strategi Pembangunan Ekonomi Baru untuk Indonesia” di Hotel Wyndham Casablanca Jakarta, Rabu siang (31/1).
Sebanyak 29 ekonom hadir dalam pertemuan itu.
Pakar Ekonomi Syariah, Muhammad Syafii Antonio, dalam diskusi itu dengan tegas meminta pemerintah tidak menggunakan bansos sebagai instrumen politik. Bansos, katanya, bagaimanapun juga adalah instrumen perlindungan bagi kelompok masyarakat kurang mampu.
"Menghindarkan bantuan sosial (bansos) sebagai instrumen kepentingan politik dan mengembalikan program tersebut sebagai instrumen perlindungan sosial yang merupakan hak masyarakat miskin dan tanggung jawab negara serta evaluasi efektivitas penyaluran bansos tanpa data yang terintegrasi," kata Syafii Antonio.
Hal lain yang harus diperhatikan pemerinyah adalah mengembalikan kebijakan dan program pembangunan populis menuju kebijakan dan program pembangunan berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi rasional, realistis dan berkelanjutan. Lalu, merumuskan kebijakan pembangunan yang inklusif untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kelompok ekonom ini juga meminta revisi 4 undang-undang yang dinilai tidak rasional
dan banyak merugikan perekonomian nasional dan menciptakan ketimpangan yang makin buruk. Keempat UU itu adalah UU Ciptaker, UU KPK, UU Kesehatan dan UU Minerba.
Selain itu, Proyek Strategis Nasional (PSN) juga harus dievaluasi sebagai upaya mitigasi risiko yang merugikan keuangan negara.
"Mengevaluasi strategi reindustrialisasi mencakup hilirisasi dan investasi yang menekankan pada padat modal dan sumber daya mineral telah merugikan kesejahteraan rakyat, keuangan negara dan merusak lingkungan," kata Syafii Antonio lagi.
Hal lain yang tak luput dari perhatian mereka adalah soal reformasi pengelolaan fiskal termasuk manajemen utang untuk menjamin keberlanjutan fiskal untuk menaikan pendapatan negara dan mengurangi beban utang negara.
"Reformasi kebijakan ketahanan pangan termasuk food estate tidak memberikan manfaat karena kebijakan tersebut tidak melibatkan partisipasi petani. Kebijakan tersebut dinilai sarat penghamburan sumber daya APBN," demikian Sfaii Antonio.
Tidak lupa, Syafii Antonio mengingatkan arti penting ekonomi syariah dalam konstruksi kebijakan perekonomian nasional.
Dari catatan yang diperoleh redaksi, ke-29 ekonom yang hadir adalah:
1. Agus Widarjono
2. Didin S Damanhuri
3. Hermanto S
4. Indra Bastian
5. Suyanto Phd
6. Muhammad Syafii Antonio
7. Abdul Malik
8. Abdul Malik Gismar
9. Irfan Syauqi Beik
10. Amin Subekti
11. Anggito Abimanyu
12. Aries Muftie
13. Awalil Rizky
14. Fadhil Hasan
15. Hendri Saparini
16. Jilal Mardhani
17. Rizal Taufikurahman
18. Ninasapti Triaswati
19. Suryani Motik
20. Syaifulrahman
21. Umar Juoro
22. Yanuar Rizky
23. Said Didu
24. Achmad Nur Hidayat
25. Eko Listiyanto
26. Wijayanto Samirin
27. Mufidah Said Bawazier
28. Mufid Ashiddiq
29. Bima P Santosa.