Jakarta. Kelakuan Komisi Pemilihan Umum (KPU), terutama pucuk pimpinannya, terus disorot oleh publik. Sejumlah kasus yang terjadi, seperti surat suara untuk pemilih di Taiwan dinilai sudah lebih dari cukup sebagai alasan untuk meragukan keseriusan dan netralitas Hasyim Asyari dan kawan-kawan.
Salah satu kritik pedas datang dari jurubicara Abdurrahman Wahid, Adhie Massardi. Dalam cuitan terbarunya, Adhie menyinggung kesamaan nama Ketua KPU dan pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH. Hasyim Asyari.
Dalam posting itu Adhie mengunggah foto Ketua KPU Hasyim Asyari yang sedang berbicara dengan wartawan di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Senen, Jakarta Pusat, Rabu (4/1). Di belakang Ketua KPU ada foto pendiri NU KH. Hasyim Asyari berukuran besar dan mencolok.
"Apa maksud Ketua KPU konferensi pers dengan background pendiri NU Hadratussyaikh KH. Hasyim Asyari. Nama sama tapi watak bak bumi dan langit," tulis Adhie di akun X @AdhieMassardi, Jumat (29/12).
Adhie lantas menggarisbawahi perbedaan watak kedua tokoh yang bernama sama itu.
"Mbah Hasyim (pendiri NU) melawan sekutu yang membawa Belanda mau kangkangi Indonesia," kata dia.
"Asyari ini (Ketua KPU RI), malah bersekutu dengan keluarga yang mau kangkangi Indonesia," demikian Adhie.
Sebelum pendaftaran capres-cawapres dilangsungkan KPU pada 19 hingga 25 Oktober 2023, publik diramaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 90/PUU-XXI/2023 hasil menguji norma batas usia capres-cawapres.
Dalam sidang pembacaan putusan yang saat itu masih dipimpin Anwar Usman, pada 16 Oktober 2023, MK menambahkan frasa batas minimum usia capres-cawapres.
Dimana, seseorang yang pernah atau sedang menjabat jabatan yang dipilih melalui pemilu atau Pilkada, diperbolehkan maju sebagai capres ataupun cawapres, meski usianya belum mencapai 40 tahun.
Atas putusan MK tersebut, KPU RI langsung merevisi Peraturan KPU (PKPU) 19/2023 tentang Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden.
KPU mengubah bunyi Pasal 13 ayat (1) huruf q, dari awalnya mensyaratkan usia minimum capres-cawapres 40 tahun, menjadi memasukkan frasa tambahan yang termuat dalam putusan MK 90/PUU-XXI/2023.
Karena dasar hukum yang termuat dalam Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu diubah MK, dan aturan teknis yang dibuat KPU mengikuti, maka isu putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto bukan lagi isu atau sekadar wacana.
Sebab, Gibran yang masih menjabat sebagai Walikota Solo baru berumur 36 tahun, sehingga kabar dia menjadi cawapres Prabowo sebelum keluar putusan MK hanya isu belaka.
Tetapi pada 25 Oktober 2023, Gibran justru mendampingi Prabowo mendaftar sebagai pasangan capres-cawapres, dan mematahkan isu yang beredar.
Hanya saja, sebagian publik juga mengkritisi keputusan MK, yang akhirnya mengaitkan pada pencalonan Gibran sebagai cawapres Prabowo, bahkan hingga hari ini.
Anggapannya, ada politisasi MK terhadap putusan terkait aturan batas usia minimum capres-cawapres. Terlebih, ada laporan pelanggaran kode etik ke Majelis Kehormatan MK (MKMK) terhadap 9 hakim konstitusi.
Dalam putusannya, MKMK menyatakan Anwar Usman melanggar kode etik dan perilaku hakim, sehingga dia dicopot dari jabatan Ketua MK.
Putusan MKMK itu ibarat bola salju yang terus menggelinding, dan memunculkan isu ada masalah serius di MK, dan dianggap pencalonan Gibran merupakan upaya politisasi hukum.